Thursday, December 4, 2025

Hero Kolaborasi MLBB: Inovasi atau Sekadar Tumbal Cuan?

 Moonton, sebagai pengembang Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), memang dikenal sering menghadirkan kolaborasi menarik dengan berbagai franchise populer. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran bahwa kolaborasi tersebut hanya menjadi kedok untuk menciptakan hero baru yang kurang orisinal dan hanya mengandalkan popularitas kolaborasi itu sendiri.

Contoh paling kentara adalah kolaborasi MLBB x Naruto Shippuden. Mimin melihat bagaimana tiga hero baru, yaitu Lukas, Suyou, dan Kalea, dibuat dengan skill yang sangat mirip dengan karakter Naruto, Sasuke, dan Sakura. Lukas dengan Biju-nya, Suyou dengan Susano'o-nya, dan Kalea dengan kemampuan Taijutsu-nya. Brosis pasti setuju, ini jelas bukan inovasi, melainkan sekadar menjiplak mentah-mentah. Bayangkan mulai dari bikin Hero nyontek karakter anime (terutama skillnya), setelah Hero baru jadi, lanjut bikin skin sosok animenya! muter gitu terus. Wuih mau kolaborasi nih, tapi Hero yang ada skillnya gak ada yang masuk nih! Kenapa gak bikin Hero baru aja sekalian, untuk skill bolehlah mirip-mirip dikit😅, setelah jadi Hero baru, tinggal bikin skinnya ya! Namanya aja kolaborasi, total maksimal pokoknya 🤷🏻


Taktik Hero "OP" Sementara

Strategi Moonton pun terkesan klise. Hero baru yang rilis berbarengan dengan kolaborasi biasanya dibuat overpowered (OP) melalui buff yang berlebihan. Tujuannya jelas, agar hero tersebut laris manis digunakan oleh para pemain. Namun, setelah beberapa bulan dan hype kolaborasi mereda, hero tersebut perlahan di-nerf dan akhirnya terlupakan. Mereka hanya menjadi tumbal hype sesaat.

Mimin jadi bertanya-tanya, apakah Moonton sudah kehabisan ide? Apakah mereka hanya fokus pada penjualan skin dan melupakan pentingnya inovasi dalam menciptakan hero yang unik dan menarik?



Kolaborasi One Piece: Sora, Tumbal Berikutnya?

Kabar kolaborasi MLBB dengan One Piece semakin menguatkan dugaan ini. Hero baru bernama Sora digadang-gadang akan memiliki kemampuan yang mirip dengan Monkey D. Luffy. Jika benar, ini semakin membuktikan bahwa Moonton kurang kreatif dan hanya mengandalkan popularitas One Piece untuk mendongkrak penjualan.

Apakah Sora akan menjadi tumbal hype berikutnya? Apakah setelah event kolaborasi berakhir, Sora akan ditinggalkan begitu saja oleh para pemain? Mimin khawatir, jika Moonton terus-menerus melakukan hal ini, pemain akan bosan dan kehilangan minat pada MLBB.

Mimin Rindu Inovasi!

Mimin berharap Moonton bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan hero baru. Jangan hanya mengandalkan kolaborasi dan penjualan skin. Ciptakan hero dengan skill yang unik, menarik, dan seimbang. Dengan begitu, MLBB akan tetap menjadi game yang seru dan menantang untuk dimainkan.

Bagaimana pendapat Brosis tentang hal ini? Apakah Brosis juga merasakan hal yang sama?

Mimin harap artikel ini sesuai dengan yang Brosis inginkan. Semoga Moonton bisa mendengar keluhan para pemain dan mulai berbenah diri.

Wednesday, December 3, 2025

Era Baru Smartphone Tanpa Jack Audio 3,5mm: Untung atau Buntung?

Mimin jadi teringat masa lalu, ketika standar pabrikan justru menjadi jaminan kualitas dan kemudahan. Dulu, produsen berlomba-lomba memberikan yang terbaik bagi konsumen. Namun, kini, ada tren yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kalangan produsen gadget, khususnya smartphone. Mimin perhatikan, semakin banyak fitur yang "disunat" demi alasan yang kurang jelas. Salah satu yang paling mencolok adalah hilangnya jack audio 3,5mm.

Dulu, jack audio 3,5mm adalah bagian tak terpisahkan dari setiap smartphone. Fungsinya jelas: memudahkan kita mendengarkan musik atau menelepon menggunakan earphone atau headset kesayangan. Namun, sekarang, banyak produsen yang dengan sengaja menghilangkannya. Alhasil, kita dipaksa untuk beralih ke earphone atau headset Bluetooth, atau menggunakan kabel Type-C ke konverter jack audio 3,5mm.

Mimin tahu, sebagian Brosis mungkin berpikir ini masalah sepele. Tapi, percayalah, ini sangat merepotkan. Bayangkan, ketika kita sedang asyik mendengarkan musik di perjalanan, tiba-tiba baterai earphone Bluetooth habis. Atau, ketika kita ingin menggunakan headset kabel yang kualitas suaranya lebih baik, kita harus repot mencari konverter. Padahal, dulu, semua itu bisa dilakukan dengan mudah hanya dengan mencolokkan earphone ke jack audio 3,5mm.

Jadi wajib beli konverter Jack Audio 3,5mm


Mimin juga heran, mengapa produsen smartphone tega menghilangkan fitur yang sudah menjadi standar ini. Apakah ini hanya akal-akalan untuk meningkatkan penjualan earphone Bluetooth? Atau ada alasan lain yang lebih tersembunyi? Yang jelas, keputusan ini sangat merugikan konsumen.

Parahnya lagi, ada juga produsen smartphone yang menghilangkan charger dari paket penjualan. Alasannya sih, demi mengurangi limbah elektronik. Tapi, mimin curiga, ini hanya cara untuk meraup untung lebih banyak. Bayangkan, Brosis harus membeli charger secara terpisah, padahal dulu charger selalu disertakan dalam setiap pembelian smartphone. Apa ini tidak keterlaluan?

Mimin tidak ingin menyebut merek secara spesifik, tapi Brosis pasti tahu beberapa merek smartphone terkenal yang sudah menghilangkan jack audio 3,5mm. Sebut saja Apple dengan iPhone-nya, Google dengan Pixel-nya, dan beberapa merek lain seperti Samsung, Xiaomi, dan Oppo di beberapa seri tertentu. Mereka mengklaim bahwa dengan menghilangkan jack audio 3,5mm, mereka bisa membuat desain smartphone yang lebih tipis dan tahan air. Tapi, apakah manfaat ini sebanding dengan kerugian yang dialami konsumen?

Mimin rasa, sudah saatnya kita sebagai konsumen lebih kritis terhadap keputusan produsen smartphone. Jangan mudah termakan oleh gimmick marketing dan janji-janji manis. Kita harus berani menyuarakan pendapat dan menuntut hak kita sebagai konsumen. Jika kita terus diam, bukan tidak mungkin di masa depan akan ada lebih banyak lagi fitur yang "disunat" demi keuntungan semata.

Mimin berharap, artikel ini bisa membuka mata Brosis semua tentang tren yang sedang terjadi di industri smartphone. Mari kita bersama-sama menjadi konsumen yang cerdas dan kritis. Jangan biarkan produsen smartphone mempermainkan kita.

 

Praktik "Sunat" Komponen Motor: Antara Efisiensi dan Kekecewaan Konsumen

Dalam beberapa tahun terakhir, industri otomotif, khususnya sepeda motor, menghadapi tantangan untuk menekan biaya produksi dan memenuhi regulasi terkait berat kendaraan. Salah satu strategi yang kerap diambil pabrikan adalah mengganti material atau menghilangkan beberapa komponen. Praktik ini, meski bertujuan untuk efisiensi, seringkali menuai kekecewaan dari konsumen.

Komponen yang Sering Jadi Korban "Sunat"

1. Kick Starter: 

Dulu menjadi fitur standar, kini banyak motor baru yang menghilangkannya. Alasan pabrikan, starter elektrik sudah cukup handal. Namun, konsumen khawatir jika aki soak atau starter elektrik bermasalah, motor jadi sulit dinyalakan. Berikut motor yang sudah dihilangkan kick starternya:

Untuk pabrikan Honda yang tidak dilengkapi kick starter adalah Vario 125 2026, Vario 160, BeAT (mulai versi 2024), PCX, ADV 160, Scoopy dan motor all varian CBR (terbaru).

Beberapa motor Yamaha yang tidak dilengkapi kick starter (engkol) adalah motor matik Yamaha NMAX, Aerox, Lexi, XMAX, Fazzio, Grand Filano, dan Yamaha Vixion terbaru, R15 serta XSR 155. Penghilangan fitur ini umumnya dilakukan pada model terbaru untuk meningkatkan kepraktisan dan mengikuti tren, yang biasanya digantikan dengan fitur voltmeter untuk memantau kondisi aki.


2. Begel Belakang: Dari besi yang kokoh, kini banyak diganti plastik. Alasan pabrikan, plastik lebih ringan dan murah. Namun, konsumen meragukan kekuatannya, terutama saat digunakan untuk mengangkat atau memindahkan motor.

Motor yang menggunakan behel plastik sebagian besar adalah motor matic Honda terbaru seperti All New Honda BeAT dan New Honda Scoopy. Honda beralih ke bahan glass fiber reinforced polypropylene untuk mengurangi bobot kendaraan, membuatnya lebih ringan, Plastik lebih mudah dibentuk, memungkinkan desain yang lebih menarik dan modern, Proses manufaktur plastik menggunakan teknik injeksi molding lebih cepat dan ekonomis dibandingkan produksi behel dari besi dan lebih tahan cuaca, meskipun bahan ini masih menuai pertanyaan mengenai daya tahannya dibandingkan behel besi. 

Perbandingan dan pertimbangan

Kekuatan: Meskipun diklaim cukup kuat, banyak pengguna meragukan ketahanannya dibandingkan behel besi. Ada kasus behel plastik patah setelah beberapa bulan penggunaan.

Persepsi konsumen: Beberapa konsumen menganggap penggunaan plastik pada bagian behel dan body membuat motor terasa kurang kokoh dan lebih ringkih dibandingkan generasi sebelumnya. 


3. Tutup Blok Mesin: Dari besi atau aluminium, kini banyak diganti plastik. Alasan pabrikan, plastik lebih ringan dan tahan panas. Namun, konsumen khawatir akan durabilitasnya dalam jangka panjang.

Beberapa motor modern, terutama yang menggunakan mesin 125 cc dari Yamaha, telah memakai cylinder head berbahan plastik resin, seperti Yamaha Fazzio, Yamaha Grand Filano, dan Yamaha Gear Ultima. Penggunaan plastik resin ini bertujuan untuk mengurangi bobot kendaraan, biaya produksi, dan getaran mesin, sambil tetap mengandalkan teknologi seperti penyemprotan oli untuk pendinginan agar mesin tidak cepat panas. 

Honda Vario 125 2026: Model ini juga diketahui menggunakan plastik pada bagian cover head cylinder atau tutup ruang klep. Motor Honda yang menggunakan cylinder head atau cover cylinder head berbahan plastik lainnya adalah motor-motor matik modern seperti Honda Genio, Vario 125 eSP, Stylo 160 dan Scoopy. Penggunaan plastik pada komponen ini bertujuan untuk mengurangi bobot dan emisi, serta mempermudah produksi karena plastik tahan panas dan memiliki penyekatan oli yang lebih baik dibandingkan material aluminium. 

Perlu dicatat bahwa penggunaan plastik ini pada komponen cover cylinder head yang menutupi ruang klep dan noken as, bukan pada blok silinder itu sendiri yang tetap terbuat dari material logam seperti aluminium. 


Alasan Pabrikan

Pabrikan berdalih, perubahan ini dilakukan untuk:

- Menekan Biaya Produksi: Material plastik umumnya lebih murah daripada besi atau aluminium.

- Meringankan Bobot Motor: Bobot motor yang ringan berpengaruh pada efisiensi bahan bakar dan performa.

- Memenuhi Regulasi: Regulasi terkait emisi dan efisiensi bahan bakar semakin ketat, sehingga pabrikan berupaya membuat motor seringan mungkin.

 

Dampak bagi Konsumen

- Kualitas yang Dipertanyakan: Konsumen meragukan durabilitas komponen plastik dalam jangka panjang.

- Kehilangan Fitur Penting: Hilangnya kick starter dianggap menghilangkan fitur penting yang bisa diandalkan saat darurat.

- Kekecewaan: Konsumen merasa kualitas motor menurun demi efisiensi biaya.

 

Kesimpulan

Praktik "sunat" komponen motor adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, membantu pabrikan menekan biaya dan memenuhi regulasi. Di sisi lain, berpotensi mengecewakan konsumen yang mengutamakan kualitas dan durabilitas. Pabrikan perlu menyeimbangkan antara efisiensi dan kepuasan konsumen agar tetap kompetitif di pasar.